Post Terbaru

Tampilkan postingan dengan label Realita Pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Realita Pendidikan. Tampilkan semua postingan

Paradigma Kurikulum 2013

Written By Unknown on Sabtu, 02 Agustus 2014 | 05.52

Tantangan - tantangan yang selalu muncul dalam persaiangan Globalisasi dalam abad 20 ini memanglah sangat ketat. Walaupun Indonesia masiih berpredikat Negara Berkembang akan tetapi sudah diharuskan bisa bersaing dengan Negara - negara Berkembang lain bahkan Negara - negara yang sudah maju. Setiap tantangan yang ada harus dihadapai dengan kemampuan yang dimiliki oelh suatu Negara dari berbagai bidang diantaranya adalah Bidang Ekonomi, Politik, Keamanan, dan lain sebagainya.

Bidang - bidang tersebut pastilah harus ada tunas - tunas bangsa yang berkompeten, berkualitas dan berintagritas tertinggi agar ide dan pikiran - pikiran mereka dapat tercurahkan dan dapat dimanfaatkan untuk perkembangan dan kemajuan suatu bidang dalam persaingan Globalisasi yang sangat ketat ini. Pendidikan adalah akar dari keberhasilan suatu Bangsa. Kemendikbud yang memliki wilayah dalam Bidang Pendidikan pastilah akan beruhasa untuk meningkatkan kemampuan dan keahlian kader - kader Bangsa. Berbagai upaya dari Evaluasi, Reflesi dan Revisi pun harus ditempuh yang akkhirnya muncullah kurikulum baru yang dinamakan " Kurikulum 2013 ".

Setiap hal yang baru pastilah ada yang pro dan Kontra, tidak terkecuali Kurikulum yang dikeluarkan Kemdikbud yaitu Kurikulum 2013. banyak media yang meliput berita - berita yang memuat pro dan kontra tentang kurikulum 2013. Ini terjadi karena ada perbedaan cara pandang atau belum memahami secara utuh konsep kurikulum berbasis kompetensi yang menjadi dasar Kurikulum 2013

Secara falsafati, pendidikan adalah proses panjang dan berkelanjutan untuk mentransformasikan peserta didik menjadi manusia yang sesuai dengan tujuan penciptaannya, yaitu bermanfaat bagi dirinya, bagi sesama, bagi alam semesta, beserta segenap isi dan peradabannya.

Dalam UU Sisdiknas, menjadi bermanfaat itu dirumuskan dalam indikator strategis, seperti beriman-bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam memenuhi kebutuhan kompetensi Abad 21, UU Sisdiknas juga memberikan arahan yang jelas, bahwa tujuan pendidikan harus dicapai salah satunya melalui penerapan kurikulum berbasis kompetensi. Kompetensi lulusan program pendidikan harus mencakup tiga kompetensi, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan, sehingga yang dihasilkan adalah manusia seutuhnya. Dengan demikian, tujuan pendidikan nasional perlu dijabarkan menjadi himpunan kompetensi dalam tiga ranah kompetensi (sikap, pengetahuan, dan keterampilan). Di dalamnya terdapat sejumlah kompetensi yang harus dimiliki seseorang agar dapat menjadi orang beriman dan bertakwa, berilmu, dan seterusnya.

Mengingat pendidikan idealnya proses sepanjang hayat, maka lulusan atau keluaran dari suatu proses pendidikan tertentu harus dipastikan memiliki kompetensi yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya secara mandiri sehingga esensi tujuan pendidikan dapat dicapai.
 Dalam usaha menciptakan sistem perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang baik, proses panjang tersebut dibagi menjadi beberapa jenjang, berdasarkan perkembangan dan kebutuhan peserta didik. Setiap jenjang dirancang memiliki proses sesuai perkembangan dan kebutuhan peserta didik sehingga ketidakseimbangan antara input yang diberikan dan kapasitas pemrosesan dapat diminimalkan.
Sebagai konsekuensi dari penjenjangan ini, tujuan pendidikan harus dibagi-bagi menjadi tujuan antara. Pada dasarnya kurikulum merupakan perencanaan pembelajaran yang dirancang berdasarkan tujuan antara di atas. Proses perancangannya diawali dengan menentukan kompetensi lulusan (standar kompetensi lulusan). Hasilnya, kurikulum jenjang satuan pendidikan.

Dalam teori manajemen, sebagai sistem perencanaan pembelajaran yang baik, kurikulum harus mencakup empat hal. Pertama, hasil akhir pendidikan yang harus dicapai peserta didik (keluaran), dan dirumuskan sebagai kompetensi lulusan. Kedua, kandungan materi yang harus diajarkan kepada, dan dipelajari oleh peserta didik (masukan/standar isi), dalam usaha membentuk kompetensi lulusan yang diinginkan. Ketiga, pelaksanaan pembelajaran (proses, termasuk metodologi pembelajaran sebagai bagian dari standar proses), supaya ketiga kompetensi yang diinginkan terbentuk pada diri peserta didik. Keempat, penilaian kesesuaian proses dan ketercapaian tujuan pembelajaran sedini mungkin untuk memastikan bahwa masukan, proses, dan keluaran tersebut sesuai dengan rencana.

Dengan konsep kurikulum berbasis kompetensi, tak tepat jika ada yang menyampaikan bahwa pemerintah salah sasaran saat merencanakan perubahan kurikulum, karena yang perlu diperbaiki sebenarnya metodologi pembelajaran bukan kurikulum. (Mohammad Abduhzen, “Urgensi Kurikulum 2013”, Kompas, 21/2 dan “Implementasi Pendidikan”, Kompas, 6/3). Hal ini menunjukkan belum dipahaminya secara utuh bahwa kurikulum berbasis kompetensi termasuk mencakup metodologi pembelajaran.

Tanpa metodologi pembelajaran yang sesuai, tak akan terbentuk kompetensi yang diharapkan. Sebagai contoh, dalam Kurikulum 2013, kompetensi lulusan dalam ranah keterampilan untuk SD dirumuskan sebagai “memiliki (melalui mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji,  menalar, mencipta) kemampuan pikir dan tindak yang produktif  dan kreatif, dalam ranah konkret dan  abstrak, sesuai dengan yang  ditugaskan kepadanya.”
Kompetensi semacam ini tak akan tercapai bila pengertian kurikulum diartikan sempit, tak termasuk metodologi pembelajaran. Proses pembentukan kompetensi itu, sudah dirumuskan dengan baik melalui kajian para peneliti, dan akhirnya diterima luas sebagai suatu taksonomi.

Apakah Cita - citamu ingin jadi Pemulung?

Written By Unknown on Selasa, 08 Juli 2014 | 13.05

Nilai  - nilai Pansacila terutama sila ke 5 yaitu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mungkin harus kita garis bawahi dalam topik  kali ini. Keadilan yang dimaksud  bisa dalam bidang hukum, ekonomi, politik, pendidikan dan lain sebagainya. Semua bidang tersebut seharusnya dapat berjalan secara beriringan dan berkesinambungan agar semua rakyat dapat merasakan secara merata, namn setiap ada usaha pasti ada suatu kelemahan yag dialami, salah satunya dari bidang pendidikan.
Pendidikan Wajib Belajar 9 Tahun merupakan suatu tahapan minimal dalam jenjang Pendidikan di Indonesia.
Selama 9 tahun tersebut siswa diharapkan sudah menguasai Ilmu - ilmu yang dapat diterapkan dan diomplementasikan dalam kehidupan. Untuk mencapai tujuan tersebut pasti banyak kendala yang dihadapi, salah satunya adalah tingkat ekonomi suatu peserta didik.
Ekonomi yang kurang pastilah akan membuat seseorang lebih mementingkan  memenuhi kebutuhannya tersebut dari pada harus duduk belajar. Sering kita lihat anak - anak yang seharusnya masih ada dalam bangsu sekolah harus bekerja membantu orang tuanya untuk menyambung hidup. Sangat miris adalah kata yang tepat untuk menggambarkan hal tersebut dimana Anak - anak tersebut yang seharusnya ada di Sekolah menuntut Ilmu untuk masa depannya kelak harus pergi mencari nafkah.
Demikianlah realita pendidikan di Indonesia,  walaupun Kemdikbud sudah membebaskan seluruh biaya sekolah dalam jenjang Dikdas ( SD, MI, SMP, MTs ) tapi mereka harus tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka diluar jam sekolah.

Aku tidak punya ruang kelas !

APBN dan alokasi anggaran 20% untuk pendidikan memanglah sangat besar, banyak cara untuk menyalurkan anggaran tersebut untuk pendidikan seperti untuk diklat pendidik dan tenaga kependidikan, pembelian buku sekolah, biaya operasional sekolah, pembangunan infrastruktur pendidikan dan lain sebagainya.
Instansi - instansi Pendidikan yang berada di wilahay  pulau Jawa pasti sudah merasakan anggaran tersebut, tetapi apa yang dirasakan Instansi Pendidikan di daerah terpencil dan pelosok sangat miris untuk diperhatikan.
Kurangnya Buku materi pelajaran, Kualitas pengajar yang tidak pernah didiklat, sarana dan prasarana yang kurang bahkan tidak ada membuat penyelenggaraan Pendidikan dilaksanakan apa adanya. Semangat anak bangsa yag sangat bersemangat dan antusias dalam bekajar tidak diimbangi dengan sarana dan prasarana yang mencukupi. Ruang kelas yang teduh, nyaman dan menyenangkan adalah impian meraka anak - anak bangsa yang berjuang untuk mendapatkan hak pendidikan dari Negara Indonesia.
Banyak faktor yang mempengaruhi tidak meratanya pembangunan Pendidikan di seluruh penjuru Tanah Air Indonesia, sarana transportasi dan letak geografis yang sangat sulit ditebus membuat pemerataan pembangunan ini terhambat. Kedepannya diharapkan pembangunan infrastruktur bidang apapun harus merata agar pendidikanpun juga bisa dirasakan oleh masyarakat terpencil di seluruh Indonesia.

Rational Empirical

RationalEmpirical (empirik rasional) . Asumsi dasar dalam strategi ini adalah bahwa manusia mampu menggunakan pikiran logisnya atau akalnya sehingga mereka akan bertindak secara rasional. Dalam kaitan dengan ini inovator bertugas mendemonstrasikan inovasinya dengan menggunakan metode yang terbaik valid untuk memberikan manfaat bagi penggunanya. Di samping itu, startegi ini didasarkan atas pandangan yang optimistik seperti apa yang dikatakan oleh Bennis, Benne, dan Chin yang dikutip dari Cece Wijaya dkk (1991). Di sekolah, para guru menciptakan strategi atau metode mengajar yang menurutnya sesuai dengan akal yang sehat, berkaitan dengan situasi dan kondisi bukan berdasarkan pengalaman guru tersebut. Di berbagai bidang, para pencipta inovasi melakukan perubahan dan inovasi untukbidang yang ditekuninya berdasarkan pemikiran, ide, dan pengalaman dalam bidangnya itu, yang telah digeluti berbualan-bulan bahkan bertahun-tahun. Inovasi yang demikian memberi dampak yang lebih baik dari pada model inovasi yang pertama. Hal ini disebabkan oleh kesesuaian dengan kondisi nyata di tempat pelaksanaan inovasi tersebut.

Rendahnya Kualitas Guru

Faktor Penyebab Rendahnya Kualitas Guru
Ada beberapa penyebab yang berdampak pada rendahnya kualitas guru/pendidik, antara lain sebagai berikut:
a.       Perbedaan dalam latar belakang pendidikan dan tingkat jabatan
Berhasil tidaknya seorang guru dalam mengajar tergantung pada pandangan terhadap mata pelajaran yang diasuhnya. Kemampuan menerapkan bahan-bahan pelajaran tidak terikat pada buku pelajaran dan metode tertentu. Tetapi juga bahan-bahan itu harus disesuaikan dengan keadaan dan tempat serta latar belakang perkembangan anak.
Jadi latarbelakang pendidikan dan kemampuan guru dalam jabatan untuk melihat tugas, bukan hanya bahan, buku pelajaran, metode dan alat-alat saja yang harus dipersiapkan oleh seorang pendidik, tetapi guru juga harus memiliki relasi antara guru dan murid yang terletak dibalik proses belajar mengajar itu sendiri. Pengetahuan, keterampilan dan sikap menghayati tugas dan tanggung jawab guru seperti yang disebutkan diatas merupakan salah satu pokok masalah yang perlu diperdalam oleh para guru.
b.      Sikap acuh/tidak peduli
Sikap acuh/tidak peduli yang di tunjukkan seorang pendidik contohnya ialah masalah ketidakhadiran guru pada jam yang telah ditentukan. Pada saat sekarang ini biasanya sebab-sebab ketidakhadiran itu bermacam-macam. Misalnya, dikarenakan hal-hal kecil seperti malas, lebih mengutamakan hal pribadi dan lain sebagainya.
Kurangnya persiapan bahan ajar juga merupakan sikap acuh pendidik terhadap perkembangan pengetahuan sisiwa. Sebelum suatu bahan ajar disampaikan pada siswa, tentunya gagasan tersebut telah ada dan sangat dipahami dalam alam pikir seorang guru. Kegiatan awal guru ialah merancang apa-apa yang akan di sajikannya.[1] Oleh karena itu lah keberhasilan proses belajar mengajar memerlukan keterampilan guru dalam berbicara di depan kelas.
Seorang guru juga harus memiliki strategi pengajaran seperti penetapan komponen-komnponen utama agar penyajiannya dapat mencapai sasaran dan mampu dipahami siswa dengan baik.
c.       Gaji guru
Secara kualitatif adalah sangat riskan bagi pembangunan bangsa, jika gaji guru sangat rendah sehingga memaksa mereka juga pegawai negeri di instansi lainnya untuk mencari pendapatan tambahan,sekedar untuk dapat bertahan hidup. Dengan gaji yang rendah, guru tidak memiliki motivasi mengajar yang memadai dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya yang berat. Dampaknya dapat kita lihat dari rendanhya mutu pendidikan.[2]
Hal ini membuat seorang pendidik tidak hanya terfokus pada satu pekerjaan saja, akan tetapi ia harus mampu membagi waktu antara profesinya sebagai guru dengan pekerjaan sampingannya. Sehingga pendidik kurang mempersiapkan bahan ajar  yang akan ia sampaikan pada murid-muridnya dan ia tidak memahami keseluruhan dari materi yang telah ditentukan dalam kurikulum.


d.      Gagap beradaptasi
Kualitas guru-guru di Indonesia seperti ”hidup segan mati tak mau” dan pada saat ini kualitas guru berada dalam titik ”rendah”. Para guru tidak hanya gagap dalam beradaptasi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan fenomena sosial kemasyarakatan, tetapi  juga terjebak dalam kebiasaan menjadi ”robot” kurikulum pendidikan.
Gagap beradaptasi juga dapat dikatakan sebagai faktor penyebab rendahnya kualitas guru dikarenakan ia tidak mampu menyesuaikan diri dengan siswa-siswanya.

Sumber : http://www.asraraspia.web.id/2014/03/penyebab-rendahnya-kualitas-guru.html
Gedung Sekolah Dasar (SD) Pandansari 1 yang ada di lereng Gunung Slamet, tepatnya di Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Rabu (12/2) sekitar pukul 04.00 WIB ambruk. Akibatnya, sebanyak 250 siswa sekolah tersebut terpaksa belajar secara bergantian.

Informasi yang diperoleh merdeka.com, bangunan yang ambruk merupakan ruang guru yang berukuran 5 x 7 meter persegi. Kondisi ruang tersebut sebelumnya telah retak-retak pasca terjadinya gempa Kebumen pada 25 Januari 2014 lalu.

"Ruang guru sudah sempat dikosongkan karena kondisinya membahayakan pasca gempa bumi yang berpusat di Kebumen beberapa waktu lalu," kata Sekretaris Kecamatan Paguyangan, Rohman saat ditemui di lokasi kejadian, Selasa (12/2).

Ruang guru tersebut sudah ambruk dengan seluruh bagian atap runtuh sehingga kondisinya porak poranda. Selain itu beberapa ruang kelas sudah dikosongkan, seperti ruang Kelas I, Kelas II dan Kelas III yang merupakan satu bangunan.

Tidak ada korban jiwa pada peristiwa tersebut, namun dampaknya siswa kini harus belajar dengan cara bergantian. Sebagian masuk pagi dan sebagian lagi masuk siang karena ruang belajar tidak mencukupi. Kerugian akibat peristiwa itu diperkirakan mencapai lebih dari Rp 100 juta.

Kejadian itu kini telah dilaporkan ke Pemkab Brebes melalui dinas terkait, diharapkan segera ada penanganan agar kegiatan belajar mengajar di SD yang terletak di dataran tinggi Gunung Slamet itu tidak terganggu.

"Kami sudah meninjau dan juga melaporkan ke Bupati agar secepatnya ada penanganan," pungkasnya.

Nilai Merah Pendidikan di Indonesia

Realitas Pendidikan di Indonesia Dari Masa ke Masa., Dalam sejarah perjalanan bangsa ini, sejak Indonesia belum merdeka hingga pasca kemerdekaan 17 Agustus 1945, banyak sekali persoalan yang dihadapi bangsa ini khususnya masalah pendidikan. Sebelum bangsa ini merdeka, ketika masih dibawah penguasaan bangsa asing, baik pada waktu masa penjajahan belanda maupun jepang, konsep pendidikan di Indonesia terus mengalami perubahan karena mengikuti kepentingan para penjajah. Pada masa penjajahan Negara barat, pendidikan di Indonesia mengalami nilai kemerosotan dimana mereka dididik untuk mengabdi kepada kolonialisme yang menjadi kepentingan mereka. Bangsa ini kemudian di tindas dengan sedemikian rupa. Hal tersebut merupakan bagian dari pembodohan terhadap bangsa sendiri sebab konsep yang dijadikan dalam pendidikan tersebut tidak menjadikan bangsa ini cerdas, kritis terhadap persoalan yang dihadapi. Pada masa kolonialisme, bangsa ini tidak diberikan ruang untuk belajar maupun membaca, hal tersebut merupakan tujuan dari para kolonialisme untuk membuat bangsa ini menjadi pengikut yang patuh dan setia terhadap para penjajah, bodoh, dan mudah di ekspkoitasi tanpa adanya pemberontakan. Inilah sebuah realitas pendidikan sejarah dimasa kolonialisme bagaimana bangsa ini menjadi bangsa yang buta akan pendidikan. Pada masa pemerintahan Soekarno pendidikan di Indonesia mengalami perkembangan dimana pendidikan di waktu itu sangat diberi ruang kebebasan, yang terkonsep berasaskan sosialisme yang menjadi rujukan dasar bagaimana pendidikan akan dibentuk, dijalankan sedemikian rupa demi pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia di masa mendatang. Hal ini menjadi sangat penting bagaimana pendidikan itu seyogyanya membutuhkan ruang kebebasan, dalam mengenyam suatu pendidikan tanpa adanya perbedaan status maupun latar belakang sosial keluarga yang meliputi kondisi perekonomian masyarakat. Masyarakat yang maju merupakan cermin kemajuan bangsa itu sendiri. Lengsernya Soekarno dari tampuk kepemimpinan kekuasaan yang kemudian digantikan oleh rezim berkuasa Soeharto dimana tidak ada lagi ruang sedikit pun bagi berkembangnya keragaman pikiran, ideologi, budaya, suara, hingga tindakan selama masa orde baru berkuasa. Terbatasnya ruang untuk menyatakan aspirasi (berpendapat) di bawah tampuk kepemimpinan orde baru merupakan ciri sistem pendidikan yang tidak relevan, mengingat pendidikan merupakan hak suatu bangsa yang di dalamnya terdapat garis-garis besar kebebasan dalam mengenyam suatu pendidikan yang bebas dan terbuka tanpa adanya sebuah paksaan. Dalam masa reformasi pun terjadi perubahan-perubahan kebijakan pendidikan diantaranya pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas tinggi, meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga pendidik, pembaruan sistem pendidikan, hingga meningkatkan kualitas pendidikan pendidikan dalam mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas. Dinamika-dinamika kebijakan terus terjadi dalam sistem pendidikan di Indonesia saat ini, kita lihat banayk sekali angka harapan anak yang putus sekolah akibat beban perekonomian keluarga yang kurang, juataan penduduk Indonesia yang buta aksara juga ikut pada penurunan kualitas pendidikan Indonesia saat ini. Pemerintah dalam hal ini masih mendapat nilai merah untuk menuntaskan realita-realita nyata kehidupan bangsa ini dimana pendidikan hanya dijadikan sebagai politik untuk menarik simpati masyarakat, bukan sebagai suatu kebijakan yang harus di gembleng dalam mewujudkan Indonesia yang maju dan berkualitas. Problematika Persoalan Pendidikan di Indonesia., Pendidikan merupakan hal yang penting dalam pembangunan bangsa, karena tanpa pengetahuan sebuah negara tak akan berkembang dan maju. Namun kenyataanya tidak semua rakyat Indonesia dapat menikmati pendidikan sebagaimana mestinya. Hal tersebut disebabkan banyaknya problematika pendidikan yang sangat komplek, seperti angka putus sekolah yang tinggi. Pendidikan di Indonesia juga menghadapi berbagai permasalah lain, mulai dari buruknya infrastruktur hingga kurangnya mutu penddikan guru. Masalah utama pendidikan di Indonesia adalah kualitas guru yang masih rendah, kualitas kurikulum yang belum standar, dan kualitas infrastruktur serta fasilitas yang belum memadai. Dalam dunia pendidikan, guru menduduki posisi tertinggi dalam hal penyampaian informasi dan pengembangan karakter mengingat guru melakukan interaksi langsung dengan peserta didik dalam pembelajaran di ruang kelas. Disinilah kualitas pendidikan terbentuk dimana kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru ditentukan oleh kualitas guru yang bersangkutan. Kurikulum pendidikan di Indonesia juga menjadi masalah yang harus diperbaiki. Hal tersebut karena kurikulum di Indonesia hampir setiap tahun mengalami perombakan dan belum adanya standar kurikulum yang efektif digunakan dalam skala berkelanjutan. Hal ini menjadi suatu langkah progres bagaimana pemerintah berkewajiban untuk membuat langkah-langkah strategis dalam mengatasi permasalahan ini. Dimana harus menentukan pengkajian kurikulum yang berkelanjutan tanpa harus terjadi perubahan-perubahan yang dapat mengakibatkan mutu pembelajaran yang kurang maksimal. Mengingat sering adanya perubahan kurikulum pendidikan akan membuat proses belajar mengajar terganggu. Karena fokus pembelajaran yang dilakukan oleh guru akan berganti mengikuti adanya kurikulum yang baru. Terlebih jika inti kurikulum yang digunakan berbeda dengan kurikulum lama sehingga mengakibatkan penyesuaian proses pembelajaran yang cukup lama. Dari dulu hingga sekarang masalah infrastruktur pendidikan masih menjadi permasalahan bagi pendidikan di Indonesia. Hal ini dikarenakan masih banyaknya sekolah-sekolah yang belum menerima bantuan untuk perbaikan sedangkan proses perbaikan dan pembangunan sekolah yang rusak atau tidak layak dilakukan secara sporadis sehingga tidak kunjung selesai. Selain itu fasilitas yang tidak lengkap juga menjadi masalah dalam pendidikan di Indonesia, mengingat fasilitas merupakan sarana kegiatan belajar pendukung (pelengkap) berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif, seperti tidak adanya perpustakaan yang menjadi sumber pembelajaran ekstra untuk meningkatkan membaca pada anak didik. Beban biaya pendidikan yang dari tahun ke tahun semakin mahal, ditambah kondisi perekonomian yang sulit menjadi penghambat pendidikan di Indonesia, mengingat banyaknya jutaan anak yang putus sekolah karena mahalnya biaya pendidikan yang sulit sekali diimbangi dengan kondisi sosial perekonomian mereka. Bantuan Operasional Sekoloah (BOS) yang merupakan bantuan operasional berupa penggratisan biaya SPP masih belum terlaksana dengan baik, banyak pelaku-pelaku kecurangan dalam pengurusan dana tersebut, seperti korupsi dana pendidikan. Rendahnya kesejahteraan guru juga merupakan suatu hambatan dalam permasalahan pendidikan, sehingga mempengaruhi kualitas pembelajaran pendidikan di sekolah-sekolah. Inilah yang menjadi raport merah bagi pemerintah dalam mengatasi persoalan pendidikan di negeri ini agar terjamin kualitasnya. Mengingat pentingnya pendidikan sebagai upaya untuk memajukan bangsa. Peran pemerintah sangat di perlukan dalam membangun kembali fungsi pendidikan di Indonesia untuk mencetak sumber daya manusia yang berkualitas. Solusi Permasalahan Sistem Pendidikan di Indonesia., Melihat begitu banyaknya masalah pendidikan di Indonesia maka dibutuhkan solusi yang tepat untuk mengatasinya. Solusi yang dapat membatu pemerintah untuk meringankan beban pendidikan di Indonesia. Untuk membatu mengatasi masalah pendidikan dibutuhkan adanya lembaga yang membantu pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan, menjaring kerjasama untuk memperoleh dana pendidikan, dan menggalang dukungan untuk pendidikan yang lebih baik. Lembaga perantara tersebut bekerjasama dengan pemerintah, pihak swasta, dan kelompok masyarakat untuk bersama-sama memberbaiki kualitas pendidikan di Indonesia mengingat tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama. Dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan. Dalam meningkatkan mutu pendidikan, lembaga tersebut melakukan pendampingan kepada guru-guru di Indonesia dan pemberian apresiasi lebih kepada guru-guru kreatif. Pendampingan dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan profesionalitas, kreatifitas, dan kompetensi guru dengan model pendampingan berupa seminar, lokakarya, konsultasi, pelatihan dan praktek. Pendampingan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan yang didukung oleh pemerintah dan pihak terkait. Lembaga tersebut juga memediasi masyarakat, pendidik, dan pihak terkait lainnya untuk menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah dalam memperbaiki kurikulum pendidikan. Diharapkan dengan adanya lembaga ini, ide-ide kreatif untuk memperbaiki kurikulum pendidikan dapat tertampung dan pemerintah dapat mempertimbangkan ide masyarakat untuk kebijakan yang dibuat. Dalam meningkatkan kemampuan kepemimpinan guru, kepala sekolah, dan pengelola sekolah, lembaga tersebut melakukan pendampingan guna mewujutkan manajemen sekolah yang baik. Proses yang dilakukan berupa konsultasi, lokakarya, dan pelatihan ditunjukan kepada guru, staf dan pimpinan sekolah. Pihak manajemen sekolah diharapkan mampu membawa sekolah yang dipimpinnya untuk berkembang dan meraih prestasi yang diharapkan. Lembaga perantara tersebut juga berperan membantu manajemen sekolah untuk mengembangkan kerjasama dengan instansi-instansi terkait guna memperoleh dana pengembangan infrastruktur sekolah.Tidak hanya itu, lembaga tersebut juga dapat menggalang dana dari sponsor untuk perbaikan bangunan sekolah yang hampir rusak di wilayah terpencil. Dukungan masyarakat, lembaga sosial, dan lembaga pers memiliki fungsi dalam meningkatkan pemahaman pentingnya pendidikan melalui penyebaran informasi. Oleh karena itu, lembaga tersebut mempunyai tugas untuk meningkatkan dukungan tersebut dengan cara bekerja sama dengan pihak masyarakat, lembaga sosial, dan pers. Dengan demikian informasi seputar perbaikan mutu pendidikan di Indonesia dapat tersalurkan dengan mudah.

Kualitas Pendidikan Memprihatinkan

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di Indonesia. Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendasar.
Salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan negara lain.
Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain.
Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.
Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan di Indonesia yaitu:
(1). Rendahnya sarana fisik,
(2). Rendahnya kualitas guru,
(3). Rendahnya kesejahteraan guru,
(4). Rendahnya prestasi siswa,
(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
      (7). Mahalnya biaya pendidikan.
 
Support : Pelita Pendidikan
Copyright © 2011. Pelita Pendidikan - All Rights Reserved
Template Modified by Pelita Pendidikan
Proudly powered by Blogger