index

PARADIGMA PENDIDIKAN

Post Terbaru

Rendahnya Kualitas Guru

Written By Unknown on Selasa, 08 Juli 2014 | 12.16

Faktor Penyebab Rendahnya Kualitas Guru
Ada beberapa penyebab yang berdampak pada rendahnya kualitas guru/pendidik, antara lain sebagai berikut:
a.       Perbedaan dalam latar belakang pendidikan dan tingkat jabatan
Berhasil tidaknya seorang guru dalam mengajar tergantung pada pandangan terhadap mata pelajaran yang diasuhnya. Kemampuan menerapkan bahan-bahan pelajaran tidak terikat pada buku pelajaran dan metode tertentu. Tetapi juga bahan-bahan itu harus disesuaikan dengan keadaan dan tempat serta latar belakang perkembangan anak.
Jadi latarbelakang pendidikan dan kemampuan guru dalam jabatan untuk melihat tugas, bukan hanya bahan, buku pelajaran, metode dan alat-alat saja yang harus dipersiapkan oleh seorang pendidik, tetapi guru juga harus memiliki relasi antara guru dan murid yang terletak dibalik proses belajar mengajar itu sendiri. Pengetahuan, keterampilan dan sikap menghayati tugas dan tanggung jawab guru seperti yang disebutkan diatas merupakan salah satu pokok masalah yang perlu diperdalam oleh para guru.
b.      Sikap acuh/tidak peduli
Sikap acuh/tidak peduli yang di tunjukkan seorang pendidik contohnya ialah masalah ketidakhadiran guru pada jam yang telah ditentukan. Pada saat sekarang ini biasanya sebab-sebab ketidakhadiran itu bermacam-macam. Misalnya, dikarenakan hal-hal kecil seperti malas, lebih mengutamakan hal pribadi dan lain sebagainya.
Kurangnya persiapan bahan ajar juga merupakan sikap acuh pendidik terhadap perkembangan pengetahuan sisiwa. Sebelum suatu bahan ajar disampaikan pada siswa, tentunya gagasan tersebut telah ada dan sangat dipahami dalam alam pikir seorang guru. Kegiatan awal guru ialah merancang apa-apa yang akan di sajikannya.[1] Oleh karena itu lah keberhasilan proses belajar mengajar memerlukan keterampilan guru dalam berbicara di depan kelas.
Seorang guru juga harus memiliki strategi pengajaran seperti penetapan komponen-komnponen utama agar penyajiannya dapat mencapai sasaran dan mampu dipahami siswa dengan baik.
c.       Gaji guru
Secara kualitatif adalah sangat riskan bagi pembangunan bangsa, jika gaji guru sangat rendah sehingga memaksa mereka juga pegawai negeri di instansi lainnya untuk mencari pendapatan tambahan,sekedar untuk dapat bertahan hidup. Dengan gaji yang rendah, guru tidak memiliki motivasi mengajar yang memadai dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya yang berat. Dampaknya dapat kita lihat dari rendanhya mutu pendidikan.[2]
Hal ini membuat seorang pendidik tidak hanya terfokus pada satu pekerjaan saja, akan tetapi ia harus mampu membagi waktu antara profesinya sebagai guru dengan pekerjaan sampingannya. Sehingga pendidik kurang mempersiapkan bahan ajar  yang akan ia sampaikan pada murid-muridnya dan ia tidak memahami keseluruhan dari materi yang telah ditentukan dalam kurikulum.


d.      Gagap beradaptasi
Kualitas guru-guru di Indonesia seperti ”hidup segan mati tak mau” dan pada saat ini kualitas guru berada dalam titik ”rendah”. Para guru tidak hanya gagap dalam beradaptasi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan fenomena sosial kemasyarakatan, tetapi  juga terjebak dalam kebiasaan menjadi ”robot” kurikulum pendidikan.
Gagap beradaptasi juga dapat dikatakan sebagai faktor penyebab rendahnya kualitas guru dikarenakan ia tidak mampu menyesuaikan diri dengan siswa-siswanya.

Sumber : http://www.asraraspia.web.id/2014/03/penyebab-rendahnya-kualitas-guru.html
Gedung Sekolah Dasar (SD) Pandansari 1 yang ada di lereng Gunung Slamet, tepatnya di Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Rabu (12/2) sekitar pukul 04.00 WIB ambruk. Akibatnya, sebanyak 250 siswa sekolah tersebut terpaksa belajar secara bergantian.

Informasi yang diperoleh merdeka.com, bangunan yang ambruk merupakan ruang guru yang berukuran 5 x 7 meter persegi. Kondisi ruang tersebut sebelumnya telah retak-retak pasca terjadinya gempa Kebumen pada 25 Januari 2014 lalu.

"Ruang guru sudah sempat dikosongkan karena kondisinya membahayakan pasca gempa bumi yang berpusat di Kebumen beberapa waktu lalu," kata Sekretaris Kecamatan Paguyangan, Rohman saat ditemui di lokasi kejadian, Selasa (12/2).

Ruang guru tersebut sudah ambruk dengan seluruh bagian atap runtuh sehingga kondisinya porak poranda. Selain itu beberapa ruang kelas sudah dikosongkan, seperti ruang Kelas I, Kelas II dan Kelas III yang merupakan satu bangunan.

Tidak ada korban jiwa pada peristiwa tersebut, namun dampaknya siswa kini harus belajar dengan cara bergantian. Sebagian masuk pagi dan sebagian lagi masuk siang karena ruang belajar tidak mencukupi. Kerugian akibat peristiwa itu diperkirakan mencapai lebih dari Rp 100 juta.

Kejadian itu kini telah dilaporkan ke Pemkab Brebes melalui dinas terkait, diharapkan segera ada penanganan agar kegiatan belajar mengajar di SD yang terletak di dataran tinggi Gunung Slamet itu tidak terganggu.

"Kami sudah meninjau dan juga melaporkan ke Bupati agar secepatnya ada penanganan," pungkasnya.

Nilai Merah Pendidikan di Indonesia

Realitas Pendidikan di Indonesia Dari Masa ke Masa., Dalam sejarah perjalanan bangsa ini, sejak Indonesia belum merdeka hingga pasca kemerdekaan 17 Agustus 1945, banyak sekali persoalan yang dihadapi bangsa ini khususnya masalah pendidikan. Sebelum bangsa ini merdeka, ketika masih dibawah penguasaan bangsa asing, baik pada waktu masa penjajahan belanda maupun jepang, konsep pendidikan di Indonesia terus mengalami perubahan karena mengikuti kepentingan para penjajah. Pada masa penjajahan Negara barat, pendidikan di Indonesia mengalami nilai kemerosotan dimana mereka dididik untuk mengabdi kepada kolonialisme yang menjadi kepentingan mereka. Bangsa ini kemudian di tindas dengan sedemikian rupa. Hal tersebut merupakan bagian dari pembodohan terhadap bangsa sendiri sebab konsep yang dijadikan dalam pendidikan tersebut tidak menjadikan bangsa ini cerdas, kritis terhadap persoalan yang dihadapi. Pada masa kolonialisme, bangsa ini tidak diberikan ruang untuk belajar maupun membaca, hal tersebut merupakan tujuan dari para kolonialisme untuk membuat bangsa ini menjadi pengikut yang patuh dan setia terhadap para penjajah, bodoh, dan mudah di ekspkoitasi tanpa adanya pemberontakan. Inilah sebuah realitas pendidikan sejarah dimasa kolonialisme bagaimana bangsa ini menjadi bangsa yang buta akan pendidikan. Pada masa pemerintahan Soekarno pendidikan di Indonesia mengalami perkembangan dimana pendidikan di waktu itu sangat diberi ruang kebebasan, yang terkonsep berasaskan sosialisme yang menjadi rujukan dasar bagaimana pendidikan akan dibentuk, dijalankan sedemikian rupa demi pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia di masa mendatang. Hal ini menjadi sangat penting bagaimana pendidikan itu seyogyanya membutuhkan ruang kebebasan, dalam mengenyam suatu pendidikan tanpa adanya perbedaan status maupun latar belakang sosial keluarga yang meliputi kondisi perekonomian masyarakat. Masyarakat yang maju merupakan cermin kemajuan bangsa itu sendiri. Lengsernya Soekarno dari tampuk kepemimpinan kekuasaan yang kemudian digantikan oleh rezim berkuasa Soeharto dimana tidak ada lagi ruang sedikit pun bagi berkembangnya keragaman pikiran, ideologi, budaya, suara, hingga tindakan selama masa orde baru berkuasa. Terbatasnya ruang untuk menyatakan aspirasi (berpendapat) di bawah tampuk kepemimpinan orde baru merupakan ciri sistem pendidikan yang tidak relevan, mengingat pendidikan merupakan hak suatu bangsa yang di dalamnya terdapat garis-garis besar kebebasan dalam mengenyam suatu pendidikan yang bebas dan terbuka tanpa adanya sebuah paksaan. Dalam masa reformasi pun terjadi perubahan-perubahan kebijakan pendidikan diantaranya pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas tinggi, meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga pendidik, pembaruan sistem pendidikan, hingga meningkatkan kualitas pendidikan pendidikan dalam mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas. Dinamika-dinamika kebijakan terus terjadi dalam sistem pendidikan di Indonesia saat ini, kita lihat banayk sekali angka harapan anak yang putus sekolah akibat beban perekonomian keluarga yang kurang, juataan penduduk Indonesia yang buta aksara juga ikut pada penurunan kualitas pendidikan Indonesia saat ini. Pemerintah dalam hal ini masih mendapat nilai merah untuk menuntaskan realita-realita nyata kehidupan bangsa ini dimana pendidikan hanya dijadikan sebagai politik untuk menarik simpati masyarakat, bukan sebagai suatu kebijakan yang harus di gembleng dalam mewujudkan Indonesia yang maju dan berkualitas. Problematika Persoalan Pendidikan di Indonesia., Pendidikan merupakan hal yang penting dalam pembangunan bangsa, karena tanpa pengetahuan sebuah negara tak akan berkembang dan maju. Namun kenyataanya tidak semua rakyat Indonesia dapat menikmati pendidikan sebagaimana mestinya. Hal tersebut disebabkan banyaknya problematika pendidikan yang sangat komplek, seperti angka putus sekolah yang tinggi. Pendidikan di Indonesia juga menghadapi berbagai permasalah lain, mulai dari buruknya infrastruktur hingga kurangnya mutu penddikan guru. Masalah utama pendidikan di Indonesia adalah kualitas guru yang masih rendah, kualitas kurikulum yang belum standar, dan kualitas infrastruktur serta fasilitas yang belum memadai. Dalam dunia pendidikan, guru menduduki posisi tertinggi dalam hal penyampaian informasi dan pengembangan karakter mengingat guru melakukan interaksi langsung dengan peserta didik dalam pembelajaran di ruang kelas. Disinilah kualitas pendidikan terbentuk dimana kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru ditentukan oleh kualitas guru yang bersangkutan. Kurikulum pendidikan di Indonesia juga menjadi masalah yang harus diperbaiki. Hal tersebut karena kurikulum di Indonesia hampir setiap tahun mengalami perombakan dan belum adanya standar kurikulum yang efektif digunakan dalam skala berkelanjutan. Hal ini menjadi suatu langkah progres bagaimana pemerintah berkewajiban untuk membuat langkah-langkah strategis dalam mengatasi permasalahan ini. Dimana harus menentukan pengkajian kurikulum yang berkelanjutan tanpa harus terjadi perubahan-perubahan yang dapat mengakibatkan mutu pembelajaran yang kurang maksimal. Mengingat sering adanya perubahan kurikulum pendidikan akan membuat proses belajar mengajar terganggu. Karena fokus pembelajaran yang dilakukan oleh guru akan berganti mengikuti adanya kurikulum yang baru. Terlebih jika inti kurikulum yang digunakan berbeda dengan kurikulum lama sehingga mengakibatkan penyesuaian proses pembelajaran yang cukup lama. Dari dulu hingga sekarang masalah infrastruktur pendidikan masih menjadi permasalahan bagi pendidikan di Indonesia. Hal ini dikarenakan masih banyaknya sekolah-sekolah yang belum menerima bantuan untuk perbaikan sedangkan proses perbaikan dan pembangunan sekolah yang rusak atau tidak layak dilakukan secara sporadis sehingga tidak kunjung selesai. Selain itu fasilitas yang tidak lengkap juga menjadi masalah dalam pendidikan di Indonesia, mengingat fasilitas merupakan sarana kegiatan belajar pendukung (pelengkap) berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif, seperti tidak adanya perpustakaan yang menjadi sumber pembelajaran ekstra untuk meningkatkan membaca pada anak didik. Beban biaya pendidikan yang dari tahun ke tahun semakin mahal, ditambah kondisi perekonomian yang sulit menjadi penghambat pendidikan di Indonesia, mengingat banyaknya jutaan anak yang putus sekolah karena mahalnya biaya pendidikan yang sulit sekali diimbangi dengan kondisi sosial perekonomian mereka. Bantuan Operasional Sekoloah (BOS) yang merupakan bantuan operasional berupa penggratisan biaya SPP masih belum terlaksana dengan baik, banyak pelaku-pelaku kecurangan dalam pengurusan dana tersebut, seperti korupsi dana pendidikan. Rendahnya kesejahteraan guru juga merupakan suatu hambatan dalam permasalahan pendidikan, sehingga mempengaruhi kualitas pembelajaran pendidikan di sekolah-sekolah. Inilah yang menjadi raport merah bagi pemerintah dalam mengatasi persoalan pendidikan di negeri ini agar terjamin kualitasnya. Mengingat pentingnya pendidikan sebagai upaya untuk memajukan bangsa. Peran pemerintah sangat di perlukan dalam membangun kembali fungsi pendidikan di Indonesia untuk mencetak sumber daya manusia yang berkualitas. Solusi Permasalahan Sistem Pendidikan di Indonesia., Melihat begitu banyaknya masalah pendidikan di Indonesia maka dibutuhkan solusi yang tepat untuk mengatasinya. Solusi yang dapat membatu pemerintah untuk meringankan beban pendidikan di Indonesia. Untuk membatu mengatasi masalah pendidikan dibutuhkan adanya lembaga yang membantu pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan, menjaring kerjasama untuk memperoleh dana pendidikan, dan menggalang dukungan untuk pendidikan yang lebih baik. Lembaga perantara tersebut bekerjasama dengan pemerintah, pihak swasta, dan kelompok masyarakat untuk bersama-sama memberbaiki kualitas pendidikan di Indonesia mengingat tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama. Dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan. Dalam meningkatkan mutu pendidikan, lembaga tersebut melakukan pendampingan kepada guru-guru di Indonesia dan pemberian apresiasi lebih kepada guru-guru kreatif. Pendampingan dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan profesionalitas, kreatifitas, dan kompetensi guru dengan model pendampingan berupa seminar, lokakarya, konsultasi, pelatihan dan praktek. Pendampingan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan yang didukung oleh pemerintah dan pihak terkait. Lembaga tersebut juga memediasi masyarakat, pendidik, dan pihak terkait lainnya untuk menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah dalam memperbaiki kurikulum pendidikan. Diharapkan dengan adanya lembaga ini, ide-ide kreatif untuk memperbaiki kurikulum pendidikan dapat tertampung dan pemerintah dapat mempertimbangkan ide masyarakat untuk kebijakan yang dibuat. Dalam meningkatkan kemampuan kepemimpinan guru, kepala sekolah, dan pengelola sekolah, lembaga tersebut melakukan pendampingan guna mewujutkan manajemen sekolah yang baik. Proses yang dilakukan berupa konsultasi, lokakarya, dan pelatihan ditunjukan kepada guru, staf dan pimpinan sekolah. Pihak manajemen sekolah diharapkan mampu membawa sekolah yang dipimpinnya untuk berkembang dan meraih prestasi yang diharapkan. Lembaga perantara tersebut juga berperan membantu manajemen sekolah untuk mengembangkan kerjasama dengan instansi-instansi terkait guna memperoleh dana pengembangan infrastruktur sekolah.Tidak hanya itu, lembaga tersebut juga dapat menggalang dana dari sponsor untuk perbaikan bangunan sekolah yang hampir rusak di wilayah terpencil. Dukungan masyarakat, lembaga sosial, dan lembaga pers memiliki fungsi dalam meningkatkan pemahaman pentingnya pendidikan melalui penyebaran informasi. Oleh karena itu, lembaga tersebut mempunyai tugas untuk meningkatkan dukungan tersebut dengan cara bekerja sama dengan pihak masyarakat, lembaga sosial, dan pers. Dengan demikian informasi seputar perbaikan mutu pendidikan di Indonesia dapat tersalurkan dengan mudah.

Kualitas Pendidikan Memprihatinkan

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di Indonesia. Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendasar.
Salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan negara lain.
Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain.
Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.
Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan di Indonesia yaitu:
(1). Rendahnya sarana fisik,
(2). Rendahnya kualitas guru,
(3). Rendahnya kesejahteraan guru,
(4). Rendahnya prestasi siswa,
(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
      (7). Mahalnya biaya pendidikan.

Repong damar

Pohon damar adalah jenis pohon yang dapat menghasilkan produksi komoditas unggulan.  Jenis damar yang banyak di Pekon Pahmungan, Lampung Barat adalah damar mata kucing.
Repong damar ini merupakan contoh keberhasilan sistem yang dirancang dan dilaksanakan tanpa perencanaan yang sistematis.  Masyarakat melakukannya sendiri secara turun temurun tanpa bantuan dan masukan dari pemerintah.  Ternyata tradisi ini terbukti mampu dikelola dengan baik secara turun temurun sampai generasi saat ini.

Pelestarian repong damar ini banyak sekali keuntungan yang diperoleh baik secara ekonomis maupun lingkungan hidup karena pengelolaannya unik. Sistem repong diyakini mampu merekonstruksi ekosistem hutan dan lahan pertanian, juga menguntungkan dalam jangka panjang akan mendatangkan keuntungan ekonomi memiliki landasan sosial yang kokoh. Repong damar dapat dianalisa sebagai hutan tropis.

Namun kondisi repong damar yang ada saat ini sangat memprihatinkan, dimana penebangan pohon damar yang akhir-akhir ini marak disebabkan kurangnya kesadaran pelestarian akan pohon ini. Hanya karena alasan ekonomi dan kepentingan sesaat pohon ditebang dan kemudian dijual kayunya. Sementara itu sebatang pohon damar untuk menghasilkan produksi damar memerlukan 25-30 tahun baru berproduksi.

Awig - awig

Sama halnya didalam sebuah negara yang memiliki undang-undang atau hukum dasar yang mengatur kehidupan warganya dan sebuah organisasi yang memiliki anggaran dasar rumah tangga yang digunakan sebagai pedoman dalam menjalankan organisasinya. Begitu juga dengan desa pakraman yang merupakan sebuah lembaga adat juga mempunyai hal serupa. Desa pakraman di Bali memiliki sebuah aturan adat yang digunakan sebagai aturan khusus untuk mengatur kehidupan masyarakat adat dalam wilayah kehidupan desa pakraman diluar kehidupan desa dinas yang berpedoman pada hukum nasional/negara.

Awig-awig berasal dari kata “wig” yang artinya rusak sedangkan “awig” artinya tidak rusak atau baik. Jadi awig-awig dimaknai sebagai sesuatu yang menjadi baik. Secara harfiah awig-awig memiliki arti suatu ketentuan yang mengatur tata krama pergaulan hidup dalam masyarakat untuk mewujudkan tata kehidupan yang ajeg di masyarakat (Surpha, 2002:50). Sedangkan dalam Perda Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Desa Pakraman dan Lembaga Adat, menyatakan :

Awig-awig adalah aturan yang dibuat oleh krama desa pakraman dan atau krama banjar adat yang dipakai sebagai pedoman dalam pelaksanaan Tri Hita Karana sesuai dengan desa mawacara dan Dharma Agama di desa pakraman atau banjar pakraman masing-masing.

Dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2003 disebutkan bahwa Hukum Adat (awig-awig dan pararem) adalah hukum adat Bali yang hidup dalam masyarakat Bali yang bersumber dari Catur Dresta serta dijiwai oleh Agama Hindu Bali. Catur Dresta yakni, Sastra Dresta yakni ajaran-ajaran agama, Kuna Dresta yakni nilai-nilai budaya, Loka Dresta yakni pandangan hidup dan Desa Dresta yakni adat istiadat setempat (Windia, 2010:50).

Karakteristik yang dapat ditemui dalam awig-awig, diantaranya adalah :

    Bersifat sosial religius, yang tampak pada berbagai tembang-tembang, sesonggan, dan pepatah-petitih. Untuk membuat sebuah awig-awig harus menentukan hari baik, waktu, tempat dan orang suci yang akan membuatnya, hal ini dimaksudkan agar awig-awig itu memiliki kharisma dan jiwa/taksu. Awig-awig yang ada di desa pakraman tidak saja mengatur masalah bhuwana alit (kehidupan sosial) tapi juga mengatur bhuwana agung (kehidupan alam semesta). Hal inilah yang mendorong Masyarakat Bali sangat percaya dan yakin bahwa awig-awig ataupun pararem tidak saja menimbulkan sanksi sekala (lahir) juga sanksi niskala (batin).

    Bersifat konkret dan jelas artinya disini hukum adat mengandung prinsip yang serba konkret, nyata, jelas, dan bersifat luwes. Kaedah-kaedah hukum adat dibangun berdasarkan asas-asas pokok saja, sedangkan pengaturan yang bersifat detail diserahkan pada pengolahan asas-asas pokok itu dengan memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat. Jadi dari sini akan muncul peraturan adat lain seperti pararem sebagai aturan tambahan yang berisi petunjuk pelaksana, aturan tambahan, dan juga bisa saja sanksi tambahan yang belum ada, sudah tidak efektif atau belum jelas pengaturannya dalam awig-awig.

    Bersifat dinamis, hukum adat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Ketika masyarakat berubah karena perkembangan jaman, hukum adat ikut berkembang agar mampu mengayomi warga masyarakat dalam melakukan hubungan hukum dengan sesamanya (Sirtha, 2008:152).

    Bersifat kebersamaan atau komunal. Dalam Hukum Adat Bali tidak mengenal yang namanya Hakim Menang Kalah, namun yang ada adalah Hakim Perdamaian. Karena Hukum Adat Bali lebih mementingkan rasa persaudaraan dan kekeluargaan. Setiap individu mempunyai arti penting di dalam kehidupan bermasyarakat, yang diterima sebagai warga dalam lingkungan sosialnya. Dengan demikian, hukum adat menjaga keseimbangan kepentingan bersama dengan kepentingan pribadi. Dalam awig-awig desa pakraman menjaga keseimbangan tiga aspek kehidupan manusia merupakan hal terpenting serta inilah yang membedakan awig-awig dengan hukum adat lainnya. Kita ketahui bersama masyarakat Bali dikenal sebagai masyarakat yang memiliki sifat komunal dan kekeluargaan dalam kehidupan kesehariannya, artinya manusia menurut hukum adat setiap individu mempunyai arti penting di dalam kehidupan bermasyarakatmempunyai ikatan yang erat, rasa kebersamaan ini meliputi seluruh lapisan hukum adat (Sudiatmaka, 1994:12).

    Karakteristik lainnya dari awig-awig yakni tidak seperti hukum nasional atau hukum barat yang jarang mengakomodir dimensi sosiologis, hukum adat sebaliknya lebih mengakomodir dimensi sosiologis. Dengan demikian, dalam pembangunan hukum nasional, hukum adat menjadi bahan-bahan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, sedangkan lembaga-lembaga hukum adat seperti lembaga keamanan tradisional yang disesuaikan dengan perkembangan zaman dapat digunakan dalam penegakan hukum (Sirtha, 2008:27).

Awig-awig yang hidup dalam masyarakat tidak hanya membedakan hak dan kewajiban melainkan juga memberikan sanksi-sanksi adat baik berupa sanksi denda, sanksi fisik, maupun sanksi psikologi dan yang bersifat sprirtual, sehingga cukup dirasakan sebagai derita oleh pelanggarnya. Sanksi Adat adalah berupa reaksi dari desa pakraman untuk mengembalikan keseimbangan magis yang terganggu. Jenis-jenis sanksi adat yang diatur dalam awig-awig maupun pararem antara lain :

a. Mengaksama (minta maaf),

b. Dedosaan (denda uang),

c. Kerampang (disita harta bendanya),

d. Kasepekang (tidak diajak bicara) dalam waktu tertentu,

e. Kaselong (diusir dari desanya),

f. Upacara Prayascita (upacara bersih desa) (Sirtha, 2008:32).

upacara wiwitan

Masyarakat Pedukuhan Geden, Desa Sidorejo, Kecamatan Lendah, menggelar upacara tradisi wiwitan panen, Minggu (13/4/2014). Hal itu sebagai upaya menjaga kelestarian tradisi petani saat memasuki masa panen padi tersebut.

Acara dimulai dengan iring-iringan masyarakat yang mengenakan pakaian adat Jawa menyusuri jalan pedukuhan. Mereka menuju areal persawahan dengan membawa empat buah nasi tumpeng dan satu gunungan berisi hasil bumi.

Tradisi Pasola

Pasola diawali dengan pelaksanaan adat nyale. Adat nyale adalah salah satu upacara rasa syukur atas anugerah yang didapatkan, yang ditandai dengan datangnya musim panen dan cacing laut yang melimpah di pinggir pantai. Adat tersebut dilaksanakan pada waktu bulan purnama dan cacing-cacing laut (dalam bahasa setempat disebut nyale) keluar di tepi pantai Para Rato (pemuka suku) akan memprediksi saat nyale keluar pada pagi hari, setelah hari mulai terang. Setelah nyale pertama didapat oleh Rato, nyale dibawa ke majelis para Rato untuk dibuktikan kebenarannya dan diteliti bentuk serta warnanya. Bila nyale tersebut gemuk, sehat, dan berwarna-warni, pertanda tahun tersebut akan mendapatkan kebaikan dan panen yang berhasil. Sebaliknya, bila nyale kurus dan rapuh, akan didapatkan malapetaka. Setelah itu penangkapan nyale baru boleh dilakukan oleh masyarakat.Tanpa mendapatkan nyale, Pasola tidak dapat dilaksanakan.Pasola dilaksanakan di bentangan padang luas, disaksikan oleh segenap warga dari kedua kelompok yang bertanding, masyarakat umum, dan wisatawan asing maupun lokal.[ Setiap kelompok terdiri atas lebih dari 100 pemuda bersenjatakan tombak yang dibuat dari kayu berujung tumpul dan berdiameter kira-kira 1,5 cm.Walaupun berujung tumpul, permainan ini dapat memakan korban jiwa. Kalau ada korban dalam pasola, menurut kepercayaan Marapu, korban tersebut mendapat hukuman dari para dewa karena telah telah melakukan suatu pelanggaran atau kesalahan. Dalam permainan pasola, penonton dapat melihat secara langsung dua kelompok ksatria sumba yang sedang berhadap-hadapan, kemudian memacu kuda secara lincah sambil melesetkan lembing ke arah lawan.[ Selain itu, para peserta pasola ini juga sangat tangkas menghindari terjangan tongkat yang dilempar oleh lawan. Derap kaki kuda yang menggemuruh di tanah lapang, suara ringkikan kuda, dan teriakan garang penunggangnya menjadi musik alami yang mengiringi permainan ini.[4] Pekikan para penonton perempuan yang menyemangati para peserta pasola, menambah suasana menjadi tegang dan menantang.[4] Pada saat pelaksanaan pasola, darah yang tercucur dianggap berkhasiat untuk kesuburan tanah dan kesuksesan panen.[5] Apabila terjadi kematian dalam permainan pasola, maka hal itu menandakan sebelumnya telah terjadi pelanggaran norma adat yang dilakukan oleh warga pada tempat pelaksanaan pasola.[5]

Konsep Pendidikan dan Pengajaran

Pada abad 20 pastilah terjadi perkembangan dalam segala bidang, dimana pada era sekarang beda dengan era jaman dulu yang sangan kaku dan tidak bebas, Saat ini banyak muncul berbagai teknologi yang sangat canggih yang berakibat wilayah kerja manusi dalam suatu bidang tertentu akan berkurang karena digantikan oleh mesin - mesin yang mampu bekerja 24 jam tanpa henti.

Perkembangan tersebut pastinya juga akan terasa dalam dunia pendidikan, jaman yang dalam pembelajarannya siswa hanya terpusat dengan apa yang disampaikan oleh guru sekarang sudah bergeser dimana siswa sekarang lebih aktif dan guru hanya membimbing dan mengarahkan agar siswa lebih paham akan materi yang disampaikan.

Apabila kita meneliti dunia pendidikan dalam praktek, masih banyak dijumpai guru-guru yang beranggapan bahwa pekerjaan mereka tidak lebih dari menumpahkan air ke dalam botol kosong. Namun yang sebenarnya terjadi dalam proses belajar mengajar dan sering tidak disadari oleh para guru adalah hubungan yang tidak sekedar memberi dan menerima materi, melainkan ada banyak aspek yang lalu memberikan kontribusi dalam perkembangan siswa dari sisi emotional quotient. Dengan begitu maka sebenarnya pekerjaan mengajar bukanlah sekedar mengisi botol kosong, melainkan lebih seperti memproduksi minuman botol. Jadi selain mengisi dengan air, sebelumnya juga harus mencetak wadah yang memadai agar selanjutnya bisa menampung isinya dengan baik.

Guru yang benar-benar berhasil adalah guru yang menyadari bahwa ia mengajarkan sesuatu kepada manusia-manusia yang berharga dan berkembang. Dengan kesadaran semacam ini dikalangan pendidik, hal itu sudah memberikan harapan agar guru-guru menghormati pekerjaan mereka sebagai guru. Pekerjaan guru lebih bersifat psikologis daripada pekerjaan seorang dokter, insinyur, atau ahli hukum. Untuk itu, guru hendaknya mengenal anak didik serta menyelami kehidupan jiwa anak didik sepanjang waktu. Guru hendaknya tidak jemu dengan pekerjaannya, meskipun dia tidak dapat menentukan atau meramalkan secara pasti tentang bentuk manusia yang bagaimanakah yang akan dihasilkan di kelak kemudian hari. Proses pekerjaan seperti ini merupakan kenyataan, bahwa pekerjaan guru tidak pernah mengetahui sejauh mana hasil akhir dari pekerjaannya. Namun dengan perencanaan dan proses yang baik serta terkontrol maka diharapkan akan menghasilkan manusia-manusia yang siap menghadapi perkembangan jaman.

Pendidikan Sistemik dan Organik

Kualitas pendidikan sekarang banyak mendapat sorotan dari berbagai unsur masyarakat. Ini terlihat dari makin banyaknya masyarakat yang memilih sekolah yang bekualitas dan berkompeten dalam mendidik anak - anak mereka yang akan menjadi tumpuhan perkembangan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sekolah yang kurang berkompeten dalam mendidik siswa pastilah akan mendapat rapotr buruk dari masyarakat. Paradigma pembelajaran yang sangan Sistematik dari waktu ke waktu yang selalau sama pastilah akan membuat kegiatan pembelajaran tidak berkesinambungan dengan perkembangan teknologi yang semakin maju. Model - model dan Inovasi Pendidikan pastilah dibutuhkan dalam pembelajaran yang yang modern.
 
Support : Pelita Pendidikan
Copyright © 2011. Pelita Pendidikan - All Rights Reserved
Template Modified by Pelita Pendidikan
Proudly powered by Blogger