Kualitas pendidikan sekarang banyak mendapat sorotan dari berbagai unsur masyarakat. Ini terlihat dari makin banyaknya masyarakat yang memilih sekolah yang bekualitas dan berkompeten dalam mendidik anak - anak mereka yang akan menjadi tumpuhan perkembangan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sekolah yang kurang berkompeten dalam mendidik siswa pastilah akan mendapat rapotr buruk dari masyarakat. Paradigma pembelajaran yang sangan Sistematik dari waktu ke waktu yang selalau sama pastilah akan membuat kegiatan pembelajaran tidak berkesinambungan dengan perkembangan teknologi yang semakin maju. Model - model dan Inovasi Pendidikan pastilah dibutuhkan dalam pembelajaran yang yang modern.
Ini menandakan bahwa paradigma pendidikan nasional belum mampu menjadi penggerak kemajuan dan pembangunan bangsa secara optimal. Penekanan kualitas pendidikan pada tahap proses dalam alur pendidikan telah mulai mendapatkan perhatian dari berbagai pihak. Banyak kalangan yakin bahwa pendidikan mampu menghasilkan output yang cakap, manakala ada penjaminan mutu terhadap proses pendidikan di bangku sekolah. Penjaminan mutu yang dimaksud adalah bahwa segenap unsur pendidikan digerakkan untuk menjalankan proses pendidikan yang berkualitas tinggi, yaitu proses pendidikan yang kreatif, inovatif, serta mampu mengarahkan peserta didik untuk menjawab tantangan jaman. Dengan demikian sekolah tidak terjebak pada rutinitas semu sebagai ‘penghasil’ sumber daya manusia saja. Akan tetapi, sekolah harus mampu menghasilkan sumber daya manusia yang kompeten, yang dibutuhkan oleh pasar kerja.
Kenyataan yang terjadi, lembaga-lembaga pendidikan formal dalam hal ini sekolah di Indonesia belum mampu menciptakan sumber daya manusia yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999). Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Masih menurut survei dari lembaga yang sama, Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia (diunduh dari http://blog.elearning.unesa.ac.id/elly-nurcahyanti/makalah-permasalahan-pendidikan-di-indonesia-beserta-solusinya, diakses pada Sabtu, 15 September 2012).
Bukti rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia diatas, tidak terlepas dari paradigma pendidikan yang selama ini berkembang di Indonesia. Proses pendidikan yang selama ini terjadi bisa dikatakan didominasi transfer pengetahuan dari guru ke murid. Penekanan proses pendidikan terutama hanya dari aspek kognitif saja, sedangkan aspek afektif dan psikomotor siswa kurang dikembangkan. Itu pun sebatas pada fokus terhadap nilai akhir sebagai pencapaian utama proses pendidikan yang dilangsungkan. Pola pikir pendidikan yang memposisikan nilai siswa sebagai final result harus diubah. Sumber daya manusia Indonesia sebagai produk dari penyelenggaraan pendidikan selama ini belum dapat memenuhi kualitas yang dibutuhkan oleh dunia kerja.
Angka pengganguran terdidik di Indonesia cukup tinggi, hal ini disebutkan oleh Asisten Deputi Bidang Kepeloporan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olah Raga, Muh.Abud Musa'ad. Beliau mengatakan bahwa, angka pengangguran pemuda terdidik mencapai 41,81 persen dari total angka pengangguran nasional (diunduh dari http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/09/12/ma8dl2-kemenpora-pengangguran-terdidik-capai-4781-persen, diakses pada Sabtu, 15 September 2012).
Tidak bisa dipungkiri bahwa, salah satu penyebab tingginya angka penggangguran terdidik adalah tidak singkronnya antara pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja. Kondisi lain yang menunjang semakin tingginya angka pengangguran terdidik adalah pendidikan tinggi di Indonesia kurang memberikan pelatihan dan ilmu yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja yang ada. Pendidikan tinggi terkesan mengejar kuantitas lulusan tanpa memperhatikan kualitas lulusan.
Proses pendidikan yang baik adalah bilamana pembelajaran memberikan hasil akhir yang tidak hanya berhenti pada nilai berupa angka, tetapi siswa memiliki kompetensi terkait dengan pembelajaran yang diperolehnya, siswa mampu mentranformasikan nilai-nilai yang diperolehnya dari proses pembelajaran pada kehidupan nyata. Hasil pembelajaran siswa benar-benar membekas dan membangun pribadi siswa yang cakap, tangguh, dan kompeten, sehingga singkron dengan kebutuhan pasar kerja.
Berbagai inovasi dalam pendidikan saat ini banyak dikembangkan. Tujuannya adalah agar sumber daya manusia yang dihasilkan dari suatu proses pendidikan, memiliki kapasitas dan kualitas yang memadai. Kapasitas dan kualitas sumber daya manusia yang tangguh merupakan aset penting dalam pembangunan nasional. Paradigma baru pendidikan sistemik-organik merupakan bentuk inovasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Paradigma baru pendidikan sistemik-organik dirasakan mampu menjawab kebutuhan-kebutuhan dan permasalahan-permasalahan penyelenggaraan pendidikan konvensional. Hal ini dikarenakan, paradigma pendidikan sistemik-organik menuntut pendidikan bersifat double track. Pendidikan bersifat double track artinya, pendidikan sebagai suatu proses tidak bisa dilepaskan dari perkembangan dan dinamika masyarakatnya. Dunia pendidikan senantiasa mengaitkan proses pendidikan dengan masyarakat pada umumnya, dan dunia kerja pada khususnya.
Selama ini pendidikan diposisikan terpisah dengan lingkungan di luar pendidikan. Idealnya, apa yang telah dipelajari di sekolah dalam suatu proses pendidikan seharusnya menjadi bekal untuk menghadapi dunia luar yang penuh tantangan. Konsepsi pemisahan dunia pendidikan dengan dunia di luar sekolah tidak lagi relevan diterapkan dalam proses pendidikan yang menghendaki adanya paradigma baru pendidikan sistemik-organik. Pendidikan konvensional yang menempatkan peserta didik hanya sebagai objek pun tidak boleh dibiarkan begitu saja. Pembangunan sumber daya manusia yang tangguh, harus menempatkan sumber daya manusia yang ‘diolah’ dan ‘dikelola’ sebagai subjek yang memiliki karakteristik tersendiri sesuai bakat, minat, dan upaya untuk menjadikan mereka berhasil menemukan kelebihan dan jati dirinya. Komitmen tersebut harus berangkat dari jiwa para pendidik khususnya, dan pelaku pendidikan pada umumnya.
Perlu diketahui bahwa proses pendidikan yang berlangsung di sekolah mencakup tiga komponen utama yaitu: (1) proses pembelajaran; (2) manajemen sekolah; dan (3) kultur sekolah. Ketiga komponen ini saling berinteraksi dan saling pengaruh mempengaruhi, memiliki hubungan sebab akibat secara timbal balik (diunduh dari http://sutisna.com/pendidikan/cara-pandang-interaktif-terhadap-kualitas-output/, diakses pada Kamis, 20 September 2012). Keberhasilan suatu proses pendidikan sangat ditentukan oleh hubungan yang sinergis antara ketiga komponen tersebut. Ketiga komponen tersebut harus saling mendukung dan dikondisikan sedemikian rupa agar relevan dengan pendidikan sistemik-organik. Pengkondisian dalam hal ini, berarti ketiga komponen tersebut harus memerhatikan aspek-aspek lingkungan luar sebagaimana yang dikehendaki dalam pendidikan sistemik-organik harus bersifat double track. Dunia pendidikan senantiasa mengaitkan proses pendidikan dengan masyarakat pada umumnya dan dunia kerja pada khususnya. Dengan sistem semacam ini, dunia pendidikan di Indonesia diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan dan fleksibilitas tinggi untuk menyesuaikan dengan tuntutan zaman yang senantiasa berubah dengan cepat.
Mengacu pada pendidikan formal, pendidikan yang diberikan pada siswa sebenarnya dimulai dari ruang kelas. Bisa dikatakan bahwa produk pendidikan adalah pembelajaran yang dilakukan di kelas, antara guru dengan siswa. Aktivitas yang dilakukan di dalam kelas dengan kata lain merupakan proses pembelajaran itu sendiri. Guru sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan dituntut untuk mampu mentransformasikan nilai-nilai yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Melihat hal tersebut, pendidikan sistemik-organik bisa dimulai dari ruang kelas, yakni penerapannya dilakukan saat proses pembelajaran berlangsung. Tanpa menafikan dukungan dari komponen pendidikan yang lain, keberhasilan dalam implementasi pendidikan sistemik-organik menjadi tanggung jawab besar bagi peranan guru dalam pembelajaran.
Pendidikan merupakan faktor penentu kemajuan dan keberhasilan dalam pembangunan di segala bidang. Pendidikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan suatu bangsa untuk dapat meraih cita-cita dan tujuan nasional. Meskipun demikian, harus diakui pula bahwa pendidikan yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan negara ini. Paradigma pendidikan di Indonesia senantiasa mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan paradigma pendidikan harus diarahkan untuk menciptakan suatu paradigma baru dalam pendidikan yang mampu menjawab kebutuhan dan tuntutan jaman.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar